Kedudukan Terdakwa Sebagai Saksi (Saksi Mahkota) Terhadap Terdakwa Lain dalam Tinjauan Hukum Acara Pidana

Achmad Saifudin Firdaus, Gousta Feriza

Abstract


Abstract

The role of the accused as a witness to be part of the crime scene is considered to have potential in the unmasked crimes are more significant. This occurs when the crimes involve multiple actors performed together. He can provide important evidence about who was involved, what the role of each actor, how the crime was carried out, and where other evidence could be found. In order for the defendant as a witness is willing to cooperate in disclosure of a case, the public prosecutor to use the existing legal instruments in the Code of Criminal Procedure (Criminal Procedure Code). In Indonesia allows that "person" is used as a witness to the perpetrator who committed the crime together with the authority of the public prosecutor in prosecuting offenders and a witness to the case file is different. The purpose of this study to determine the position of the crown witness in Indonesia and uncover the veil of evil, know how to crown witnesses in the criminal justice practices in Indonesia. The method used in this research is normative. From the results of this research is that the concept of witness crown in Indonesia is a witness taken from the suspect or the accused in the crimes committed jointly, the testimony given by the defendant to the other defendants carried out by the public prosecutor to prosecute the accused with the case files separately ( split) and the testimony of the defendant as a witness is different from the testimony of the defendant as the defendant and the defendant as a witness if testimony different from each other, it can be proposed offense of perjury. The testimony he gave regarded as valid evidence and on the testimony can be given a reduced sentence in consideration of the judge. The testimony also can reveal a veil of evil. The design of the Code of Criminal Procedure and the draft Law on the Amendment of the Law on Witness and Victim Protection has included provisions granting immunity from prosecution and other legal protection provisions of the crown witnesses who have participated role in crime prevention efforts.

 

Keywords: defendant, witnesses, criminal procedure

 

Abstrak

Peran terdakwa sebagai saksi menjadi bagian dari peristiwa kejahatan dianggap mempunyai potensi  dalam  membuka  tabir  kejahatan  yang lebih  signifikan. Hal ini terjadi ketika kejahatan yang melibatkan beberapa pelaku yang dilakukan secara bersama-sama. Dia dapat menyediakan bukti yang penting   mengenai siapa  yang terlibat,  apa  peran  masing-masing  pelaku, bagaimana kejahatan itu dilakukan, dan dimana bukti lainnya bisa ditemukan. Agar terdakwa sebagai saksi ini mau bekerjasama dalam pengungkapan suatu perkara, para penuntut umum menggunakan perangkat hukum yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di Indonesia memungkinkan bahwa “orang dalam†ini dijadikan  saksi  bagi  pelaku  yang  melakukan  kejahatan  secara  bersama-sama dengan kewenangan jaksa penuntut umum dalam menuntut pelaku sekaligus saksi dengan berkas perkara yang berbeda. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan  saksi  mahkota  di  Indonesia  dan  mengungkap  tabir  kejahatan, mengetahui  bagaimana  saksi  mahkota  dalam  praktik  peradilan  pidana  di Indonesia. Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah yuridis normatif. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsep saksi mahkota di Indonesia adalah saksi yang diambil dari tersangka atau terdakwa dalam kejahatan yang dilakukan  secara  bersama-sama, kesaksian yang diberikan oleh terdakwa bagi terdakwa lain dilakukan oleh jaksa penuntut umum dengan menuntut terdakwa dengan berkas perkara yang terpisah (split) dan keterangan terdakwa sebagai saksi berbeda dengan keterangan terdakwa sebagai terdakwa serta apabila keterangan terdakwa selaku saksi saling berbeda maka dapat diajukan delik sumpah palsu. Kesaksian  yang diberikannya dipandang sebagai  alat  bukti yang sah  dan  atas kesaksiannya  itu  dapat  diberikan pengurangan hukuman dengan pertimbangan hakim.  Kesaksian  tersebut  juga  dapat  mengungkap  suatu  tabir  kejahatan. Rancangan  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  dan Rancangan Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban telah memasukkan ketentuan pemberian kekebalan dari penuntutan dan ketentuan perlindungan hukum lainnya kepada saksi mahkota yang telah turut serta berperan dalam upaya penanggulangan kejahatan.

 

Kata kunci: terdakwa, saksi, acara pidana


Full Text:

PDF

References


Adji, Indriyanto Seno. (2011). KUHAP Dalam Prospektif. Jakarta: Diadit Media.

Alfitra. (2012). Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Bakhri, Syaiful. (2009). Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana. Yogyakarta: Pusat Pengkajian & Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Total Media.

Bergman, Paul. (2011). Crimilan Law Encyclopedia. United States: Nolo.

Effendi, A. Masyur & Taufani Sukmana Evandri. (2007). HAM dalam Dimensi/ Dinamika Yuridis, Sosial, Politik dan Proses Penyusunan/Aplikasi HA-KAM (Hukum Hak Asasi Manusia) dalam Masyarakat. Bogor: Ghalia Indonesia.

Fyfe, Nicholas R. (2006). Perlindungan Terhadap Saksi Terintimidasi terjemahan dari Protecting Intimidated Witnesses. Jakarta: Elsam.

Hamzah, Andi. (2010). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

_________. (2010). Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. (2008). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

Hiariej, Oddy O.S. (2012). Teori Hukum dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga.

Hadi, Ilman. (2012, Mei). Definisi Saksi Mahkota [Artikel online]. Diunduh dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fbae50accb01/definisi-saksi-mahkota.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kanter, E.Y & S.R. Sianturi. (2002). Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda, Karya. KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Surabaya Indonesia.

Mamudji, Sri. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Marzuki, Peter Mahmud. (2012). An Introduction to Indonesian Law. Malang: Setara Press.

Moeljatno. (2007). KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) (Cet. 26). Jakarta: Bumi Aksara.

_________. (2008). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Putusan Mahkamah Agung Nomor No. 2437 K/Pid.Sus/2011. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tahun 2010

Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, (2011).

Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Press.

The International Convenant On Civil and Political Right (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik)

Undang-Undang Tentang Kejaksaan Republik Indonesia




DOI: https://doi.org/10.47007/lj.v12i3.1223

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Lembaga Penerbitan Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No 9 Kebon Jeruk Jakarta 11510
Telp : 021 5674223 ext 266

email : [email protected]

    




Visitor Statistic