KONSEP BALIGH WALI NIKAH MENURUT NAWAWI AL BANTANI DAN PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH (STUDI KASUS DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN CENGKARENG KOTA JAKARTA BARAT)

Siti Enong Romdonah, Risdianto Risdianto, Risdianto Risdianto

Abstract


Abstract

The minimum age for marriage lineage guardians according to Article 18 paragraph (2) PMA 11/2007 concerning Marriage Registration is at least 19 years old. In the article it is stated that a nasab guardian who wants to become a marriage guardian must meet several requirements including: (1) male, (2) Muslim, (3) baligh, aged at least 19 years, (4) reasonable ( 5) independent (6) can act fairly. The requirements for nasab guardians are normal, in line with the legal beliefs held by most Indonesians. What is different is the additional information regarding the requirements for puberty, if it is associated with the opinion of Nawawi al Bantani which only determines the guardian of the marriage of puberty by not specifying his age. The PMA explanation provides additional administrative requirements that a marriage guardian who has reached puberty is determined by the age of 19 years. Findings in the field explain that the determination of the age of 19 years (PMA 11/2007) is an absolute requirement administratively. Practice at the Office of Religious Affairs, Cengkareng District, Ministry of Religion, West Jakarta, Jalan Utama Raya Cengkareng Barat accommodates PMA 11/2007 and Nawawi al-Bantani's opinion. The accommodation between PMA 11/2007 and Nawawi al-Bantani's opinion became a safe point in Islamic law and administration. In this case, it appears that the minimum age requirement for marriage guardians here is intended for the good and benefit of all parties because then marriage guardians who are already Rusyd will be able to decide everything based on rational considerations, not emotions. In a review of Islamic law, determining the age of nasab guardians using the baligh standard, the criteria for puberty are not regulated in both the Qur'an and Hadith. The scholars of Madzhab use ijtihad ra`yu by setting three limits of puberty for a person, namely, ihtilam for men, menstruation for women, and the achievement of a certain age for men and women. al Bantani expressed a different opinion from other scholars.

Keywords: baligh, marriage guardian, Nawawi, KUA.

 

Abstrak

Ketentuan usia minimal wali nasab pernikahan menurut pasal 18 ayat (2) PMA 11/2007 tentang Pencatatan Nikah adalah berumur sekurang-kurangnya 19 tahun. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa seseorang wali nasab yang ingin menjadi wali nikah harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya adalah : (1) laki-laki, (2) beragama Islam, (3) baligh, berumur sekurang-kurangnya 19 tahun, (4) berakal (5) merdeka (6) dapat berlaku adil. Syarat-syarat wali nasab tersebut adalah biasa, sejalan dengan keyakinan hukum yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia. Yang berbeda adalah keterangan tambahan mengenai syarat baligh, jika dikaitkan dengan pendapat Nawawi al Bantani yang hanya menentukan wali nikah baligh dengan tidak menetapkan usianya. Penjelasan PMA tersebut memberikan tambahan syarat administrasi bahwa wali nikah yang sudah baligh dientukan dengan usia 19 tahun. Temuan di lapangan menjelaskan bahwa penentuan usia 19 tahun (PMA 11/2007) menjadi syarat muthlak secara administratif.  Praktik di Kantor Urusan Agama Kecamatan  Cengkareng Kemenag Kota Jakarta Barat Jalan Utama Raya Cengkareng Barat mengakomodir PMA 11/2007 dan pendapat Nawawi al-Bantani. Akomodasi antara PMA 11/2007 dan pendapat Nawawi al-Bantani tersebut menjadi titik aman secara hukum Islam dan administratif. Dalam hal ini tampak bahwa persyaratan minimal usia wali nikah di sini bertujuan demi kebaikan dan kemaslahatan semua pihak, karena dengan demikian wali nikah yang sudah rusyd akan bisa memutuskan segala sesuatu berdasarkan pertimbangan rasio, bukan emosi. Dalam tinjauan hukum Islam penentuan usia wali nasab menggunakan standar baligh, kriteria baligh tidak diatur secara secara jelas baik di dalam Al Quran maupun Hadits. Para ulama Madzhab menggunakan ijtihad ra`yu dengan menetapkan tiga batasan baligh bagi seseorang yakni, ihtilam bagi laki-laki, haid bagi perempuan, serta pencapaian usia tertentu bagi laki-laki dan perempuan dalam hal ini para Ulama Madzhab berbeda-beda pendapat begitu juga Nawawi al Bantani mengemukakan pendapat yang berbeda dengan ulama yang lain.

Kata kunci: baligh, wali nikah, Nawawi, KUA.


Full Text:

PDF

References


‘Abidin, Ibn, Hasyiyah Radd al-Muhktar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, Jilid V (Mesir : Al Babi al Halabi, t.th,.

Depag RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Bandung : Cipta Media, 2008.

Hafidhudin, Didin, Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insani Press, 2003

Munir Amin, Samsul, Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009.

Risdianto, Kebebasan Bermazhab Fikih dalam Konteks Keindonesiaan, Ciputat Timur, Putakapedia, 2018.




DOI: https://doi.org/10.47007/lj.v20i2.6840

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Lembaga Penerbitan Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No 9 Kebon Jeruk Jakarta 11510
Telp : 021 5674223 ext 266

email : [email protected]

    




Visitor Statistic